Skripsi
KEWENANGAN MENGADILI PERKARA WARIS BAGI ORANG-ORANG ISLAM SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA.
Beragam persoalan seperti masih banyaknya putusan hukum yang menuai masalah, peradilan yang tidak sesuai dengan hukum, masalah integritas moral hakim yang menurun, kekurangpekaan para aparat hukum untuk memahami keputusan hakim dan rasa keadilan sosial terhadap masyarakat miskin yang semakin melemah. Salah satu contoh peradilan yang tidak sesuai kaidah hukum. Pada kasus perkara perdata No. 31/Pdt.G/2007/PN.Pml. tentang sengketa waris sebagaimana ketentuan jika penggugat dan tergugat beragama Islam sesuai Pasal 49 huruf b Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama maka peradilan yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa waris adalah Pengadilan Agama Pemalang telah melampaui kewenangannya dengan melakukan peradilan dan memberikan putusan terhadap kasus sengketa waris bagi orang-orang yang beragama Islam.
Dari uraian tersebut maka penulis akan melakukan penelitian tentang "Kewenangan Mengadili Perkara Waris bagi Orang-orang Islam Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama" dan maksud/tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kewenangan mengadili perkara waris bagi orang-orang Islam sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan untuk mengetahui Kewenangan Mengadili Perkara Waris bagi Orang-orang Islam Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Didalam penelitian "Kewenangan Mengadili Perkara Waris bagi Orang-orang Islam Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama", peneliti menggunakan pendekatan Statute Approach (pendekatan perundang-undangan), Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, dalam penelitian ini menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 2006 serta Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970.
Bahan hukum sekunder yang digunakan berupa semua publikasi tentang hukum, seperti buku-buku teks. Pengumpulan bahan penelitian dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pengolahan bahan penelitian secara deduktif sedangkan karakteristik penelitian bersifat deskriptif preskriptif. Kewenangan Peradilan Agama mengadili perkara kewarisan, pada tanggal 29 Desember 1989, disahkan dan diundangkanlah Undang-Undang tentang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 dengan lahirnya Undang-Undang ini mempertegas kedudukan dan kekuasaan bagi Peradilan Agama sebagai kekuasaan kehakiman sesuai dengan lembaga peradilannya. Namun demikian meskipun Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 seolah-olah telah menetapkan secara tegas bagi rakyat yang beragama Islam, lembaga peradilan yang bewenang untuk memutuskan perkara warisnya hanyalah Pengadilan Agama, Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Kewenangan Pengadilan Agama yang diperbaharui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 maka perkara waris bagi orang-orang Islam masih diberi kesempatan atau opsi untuk memilih peradilan mana yang akan para pihak sukai.
922011KI36 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain