Penelitian
K A J I A N E V A L U A T I F PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN DASAR GRATIS DI KOTA TEGAL
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui tingkat kecukupan alokasi
anggaran yang telah ditetapkan per siswa/tahun, mengidentifikasi item kegiatan
yang belum terakomodasi, menganalisis relevansi alokasi anggaran operasional
dan fasilitas kegiatan belajar mengajar pendidikan dasar dengan standar pelayanan
minimal pendidikan, dan merumuskan rekomendasi dan usulan penyempurnaan
kebijakan program untuk tahun-tahun yang akan datang, terutama dari sisi
kebijakan program, penyediaan anggaran Pemkot, implementasi di lapangan,
mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban.
Teknik pengolahan data yang dipergunakan untuk pengkajian ini adalah
teknik pengolahan data kualitatif dilakukan dengan deskriptif analitis untuk data
yang bersifat kualitatif. Teknik analisis data yang dipergunakan untuk analisis
data yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan alat bantu statistik-deskriptif,
yaitu dengan analisis tabel, grafik dan diagram untuk memudahkan pengambilan
kesimpulan.
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama,
sejauh tercantum dalam RAPBS, peranan pemerintah sangat menonjol dalam
pembiayaan pendidikan di SD dan SMP Negeri. Sekitar 95-99% dari dana
pemerintah tersebut digunakan untuk membayar gaji guru/pegawai. Dalam
kenyataannya, apabila dihitung dari total biaya per siswa yang
memungkinkan mereka dapat mengikuti proses pendidikan di sekolah, peran
pemerintah dalam pembiayaan SD baru mencapai 85,45%; dan SMP 70,85%.
Komponen biaya untuk gaji/honorarium guru/pegawai masih cukup
dominan dalam APBS, yaitu 60,40% di SD dan 57,04% di SMP. Artinya,
sebagian besar dana yang bersumber dari Pemerintah, dialokasikan kepada
komponen gaji itu. Dalam kaitan ini, tidak benar pula anggapan yang
menyatakan bahwa sekolah (kepala sekolah dan guru) mengambil
keuntungan dari dana keluarga untuk pendidikan tersebut, karena dana
keluarga yang diserap melalui sekolah jauh lebih kecil daripada yang
dibelanjakan langsung oleh para siswa (tanpa melalui sekolah).
Kedua, apabila dihitung dalam satuan pendidikan per siswa,
distribusi dana pemerintah (yang digunakan untuk membayar gaji dan
sebagian biaya operasional pendidikan) telah relatif merata antarsekolah
yang berada di lokasi yang berbeda (pusat kota dan pinggir kota) serta
antara berbagai strata sosial ekonomi (kaya, sedang, miskin). Artinya, siswa
di sekolah manapun cenderung mendapatkan jumlah subsidi yang relatif
sama dari pemerintah. Namun mengingat kemampuan ekonomi siswa
berbeda-beda yang tercermin dalam kontribusinya terhadap satuan biaya
total, maka model alokasi yang “pukul rata” itu cenderung menguntungkan
siswa dari perkotaan dan dari keluarga dengan status sosial-ekonomi kaya
daripada sebaliknya. Akibatnya, terjadi ketimpangan yang cukup besar dalam
jumlah total satuan biaya pendidikan antara siswa di berbagai kategori
lokasi, status sosial-ekonomi, dan status sekolah negeri dengan swasta.
Ketiga, jumlah dana Pemerintah Kota maupun beban keluarga dalam
pembiayaan pendidikan meningkat sejalan dengan meningkatnya jenjang
4
pendidikan. Hal ini sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan dapat
diterima, namun ada kecenderungan yang kurang menguntungkan yaitu
proporsi subsidi program pendidikan dasar untuk siswa SMP hampir
mendekati satuan biaya per siswa/tahun di SMA. Di pihak lain, proporsi
beban keluarga siswa SMP juga cukup tinggi. Keadaan demikian dapat
menghambat upaya penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun yang mulai memasuki kelompok yang paling sulit dijangkau,
yaitu kelompok marginal dan kurang beruntung, kurang memiliki motivasi
untuk bersekolah, kurang dukungan keluarga, dan harga kesempatan tinggi
di tengah masyarakat miskin.
Keempat, biaya pendidikan, bersama-sama dengan variabel-variabel
sosial-ekonomi keluarga siswa dan sekolah, merupakan korelat yang sangat
signifikan dengan mutu pendidikan seperti dinyatakan dalam Nilai Ujian
Nasional SD dan SMP. Sekolah yang rata-rata satuan biaya pendidikannya
tinggi, terutama yang berasal dan kontribusi keluarga, mencapai nilai UAN
yang tinggi pula; dan demikian sebaliknya. Oleh karena itu, secara
meyakinkan dapatlah diprediksikan bahwa setiap upaya peningkatan biaya
pendidikan, baik melalui subsidi pemerintah maupun kontribusi keluarga
dan sumber-sumber lainnya, dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Kata Kunci: Biaya Pendidikan, Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan
140220125 | 372 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain