Skripsi
FORMULASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN INFORMASI ELEKTRONIK (CRIMINAL LAW WISDOM FORMULATION TOWARDS ELECTRONIC INFORMATION ABUSE)
ABSTRAK
Slamet Raharjo, FORMULASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN INFORMASI ELEKTRONIK. Skripsi. Tegal. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasakti.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tindak pidana penyalahgunaan informasi transaksi elektronik diatur dalam hukum positif di Indonesia; (2). untuk mengetahui kebijakan hukum pidana di Indonesia terhadap tindak pidana penyalahgunaan informasi transaksi elektronik.
Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan dengan spesifikasi deskriptif yang bersumber pada bahan sekunder. Bahan sekunder ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka, kemudian dianalisis dengan analisis hukum.
Kebijakan hukum pidana di Indonesia terhadap penyalahgunaan transaksi elektronik adalah : Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka tindak pidana penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. : Keetentuan yang berkaitan dengan perbuatan pembocoran rahasia; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain tanpa hak; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan pemalsuan; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan pencurian data komputer; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan penggelapan; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan penipuan; Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan penghancuran atau perusakan barang. Kebijakan hukum pidana untuk masa yang akan datang (ius constituendum), terhadap permasalahan penyalahgunaan komputer. Kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan dalam dunia maya harus terus diharmonisasikan seiring maraknya kejahatan di dunia cyber yang semakin canggih. Hal ini disebabkan tindak pidana teknologi informasi yang tidak mengenal batasbatas teritorial dan beroperasi secara maya oleh karena itu menuntut pemerintah harus selalu berupaya mengantisipasi aktivitas-aktivitas baru yang diatur oleh hukum yang berlaku. Perlu Aturan pemidanaan terhadap penyertaan, percobaan, dan pengulangan (residive) terhadap tindak pidana teknologi informasi. Pemidanaan yang sama terhadap penyertaan dan pencobaan serta ada pemberatan terhadap perbuatan pengulangan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ketidakadilan hukum dan sebagai upaya untuk kesejahteraan sosial (sosial welfare) dan untuk perlindungan masyarakat (social defence).
Kata kunci : kebijakan pidana, kejahatan, elektronik
HKM0312003 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain