Skripsi
POLITIK UANG DALAM PROSES TAHAPAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PIDANA
Sulastri, 5105502241, dalam Politik Uang Dalam Proses Tahapan Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana. Hukum pidana merupakan salah satu instrumen hukum yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah agar berjalan aman, tertib, lancar sesuai dengan harapan. Tidak terlepasnya hukum pidana disini yaitu sebagai salah satu kekuatan untuk menangkal (daya tangkal) kemungkinan-kemungkinan adanya tindakan/perbuatan yang bersifat pidana dalam penyelenggaraan pilkada. Salah satu tindakan destruktif dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah adalah politik uang. Tindakan ini senantiasa mewarnai dan selalu menjadi fenomena dalam pelaksanaan pilkada. Adanya ketentuan pidana dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini salah satu tujuannya adalah untuk menjangkau perbuatan politik uang yang dilakukan oleh para kontenstan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tindak pidana politik uang diatur dalam hukum positif di Indonesia; Untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana politik uang dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Tindak pidana politik uang dalam hukum positif di Indonesia ditentukan di dalam Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi sebagai berikut : "Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas, unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 117 ayat (2) di atas adalah : Unsur "setiap orang"; Unsur "dengan sengaja"; Unsur "memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya".
Berdasarkan hasil penelitian penulis, perbuatan yang dilarang/tindak pidana yang terkandung di dalam Pasal 117 ayat (2) tidak hanya memberi atau menjanjikan akan memberi uang (politik uang), akan tetapi juga perbuatan/tindak pidana memberi atau menjanjikan akan memberi materi lainnya seperti : sembako, aspal, batu-bata, semen dan lain sebagainya yang pada intinya pemberian atau janji pemberian tersebut tidak beujud uang (politik properti).
Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana politik uang yaitu sepanjang syarat adanya kesalahan, si pelaku tidak termasuk dalam lingkup ketentuan Pasal 44 KUHP, dikenai sanksi berupa pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Kata kunci : Hukum pidana, mewujudkan demokrasi, dalam Pilkada.
X1300024 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain