Skripsi
PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA
Penelitian ini dilatarbelakangi atas penerapan dan pelaksanaan pidana mati yang akhir-akhir ini kembali menjadi bahan perdebatan pada saat pemerintah melalui Kejaksaan Agung Republik Indonesia akan melaksanakan eksekusi terpidana mati kasus bom Bali terhadap Ali Gufron oleh Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 2 Oktober 2003 melalui Putusan Nomor 224/Pid.B/2003/PN.Dps, dijatuhi pidana mati karena terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana teroris sebagaimana diatur di dalam PERPU Nomor 1 dan Nomor 2 tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 15 dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2003 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Teroris dan Pemberantasan Tindak Pidana Teroris Khusus Bom Bali.
Pendekatan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kasus, dengan sumber penelitian pada bahan hukum primer dan sekunder yang dikumpulkan dengan cara studi dokumentasi dan telaah pustaka, kemudian dianalisis menggunakan teori-teori hukum, ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pidana mati sebagai salah satu pidana yang diatur dalam hukum pidana positif di Indonesia. Hal ini sebagaimana ditentukan di dalam :
a. Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Tindak pidana/kejahatan yang diancam dengan ancaman pidana mati berdasarkan KUHPidana adalah : Tindak pidana makar Tindak pidana bermusuhan dengan negara lain; Tindak pidana dalam masa perang memberi pertolongan kepada musuh; Tindak pidana makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja; Tindak pidana pembunuhan berencana; Tindak pidana pencurian dengan kekerasan; Kejahatan pelayaran; Kejahatan penerbangan. Tindak pidana yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah : Tindak pidana korupsi; Kejahatan terhadap hak asasi manusia; Tindak pidana psikotropika; Tindak pidana narkotika; Tindak pidana terorisme.
2. Penerapan pidana mati dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 653 K/Pid/2004, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan :
a. Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme dengan unsur yang terbukti : Secara sah bersama-sama merencanakan melakukan tindak pidana teorisme"; Secara tanpa hak menguasai senjata api dan amunisi.
b. Hal yang memberatkan sehingga terdakwa dipidana dengan pidana mati adalah bahwa kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dan kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againts hummanity) karena berdampak multi dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi, politik, hubungan internasional serta mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
Kata kunci : Penerapan pidana mati dalam tindak pidana terorisme
X1300016 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain