Skripsi
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA ASURANSI DI INDONESIA
Perkembangan tindak pidana/kejahatan berhubungan erat dengan perubahan dan perkembangan masyarakat khususnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang sedang mengalami proses modernisasi, tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan industri yang semakin progresif sehingga menimbulkan implikasi yang semakin kompleks bagi perkembangan hukum bisnis utamanya dalam hukum bisnis asuransi. Salah satu aspek yang menjadi concern para pelaku bisnis asuransi adalah masalah hukum berkenaan dengan bisnis asuransi. Banyak hal-hal yang berhubungan dengan bisnis asuransi bersinggungan dengan aspek hukum tertentu. Bukan hanya aspek regulatif dari bisnis asuransi yang penting diperhatikan, tetapi juga kaitannya dengan bidang hukum lain, seperti hukum perjanjian pada umumnya dan hukum pidana. Penggunaan aspek hukum pidana terhadap berbagai aktivitas kriminal yang berhubungan dengan usaha perasuransian, titik berat pembahasannya terutama mengenai pendayagunaan sarana penal (sanksi pidana) yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Permasalahan yang diteliti adalah : Bagaimanakah tindak pidana dalam bisnis asuransi di atur dalam hukum positif di Indonesia; dan bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban terhadap tindak pidana perasuransian ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, yang bersumber pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan penelitian dikumpulkan dengan cara studi dokumentasi dan telaah pustaka dan dianalisis secara kualitatif normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis menyimpulkan :
1. Tindak pidana usaha asuransi dalam hukum positif di Indonesia diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan diluar KUHPidana.
a. Di dalam KUHPidana ditentukan pada Pasal 381 dan 382 KUHP
b. Di luar KUHPidana ditentukan di dalam Pasal 21 ayat (1), ayat (2) jo Pasal 372 KUHP, Pasal 21 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
c. Pasal 21 ayat (2) UU No. 2 thn. 1992 jo Pasal 372 KUHPidana, maka disini berlaku asas lex specialis derogat legi generali (aturan yang bersifat khusus/specialis, mengesampingkan aturan yang bersifat umum/generali). Oleh karena itu, Penuntut Umum dalam hal pembuktian harus dapat membuktikan seluruh bagian ini dari "tindak pidana penggelapan (bestanddeel), yang diatur dalam KUHPidana, ditambah bagian inti yang sifatnya khusus yaitu "barang" yang digelapkan berupa premi asuransi. Penggunaan idiom-idiom hukum pidana seperti "menggelapkan" sebagai bagian inti bestanddeel tindak pidana asuransi mewakili hal-hal umum (lex generali), ditambah misalnya premi asuransi, kekayaan perusahaan asuransi atau dokumen perusahaan asuransi dan lain-lain, sebagai representasi dari sifat kekhususannya (lex specialis).
2. Bentuk peratanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana asuransi berupa pidana pokok yaitu pidana penjara dan pidana denda. Pertanggungjawaban pidana ini masing-masing ditentukan sebagai berikut :
a. Pidana penjara paling lama 15 (lima) belas tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) (Pasal 21 ayat (1);
b. Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) (Pasal 21 ayat (2);
c. Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) (Pasal 21 ayat (3);
d. Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 21 ayat (4) dan
e. Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) (Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransaian.
X1300069 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain