Skripsi
BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analisis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974)
Segi kehidupan manusia tidak terlepas dari kodrat kejadiannya sebagai manusia, yaitu manusia sebagai makluk hidup yang mempunyai 2 naluri antara naluri untuk mempertahankan hidup dan naluri untuk melanjutkan hidup.
Batas kemampuan menikah adalah bilamana orang akan menikah dan juga merupakan petunjuk yang benar tentang kapan sebaiknya orang menikah agar bisa menciptakan pasangan yang saling mencintai, menghormati, menghargai, mempercayai dan juga rasa tanggung jawab terhadap kewajiban serta hak-haknya di dalam kedudukan sebagai suami isteri, agar tidak terjadi suatu perselisihan yang mengakibatkan suatu perceraian. Perceraian itu terjadi dikarenakan keetidakmampuan seseorang untuk kawin, baik kemampuan secara lahiriyah maupun secara batiniyah.
Perkembangan kehidupan manusia tentunya banyak melalui masa-masa tertentu. Dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan tua. Masa remaja merupakan merupakan masa peralihan, dimana sifatnya dan kondisi seorang laki-laki maupun perempuan memiliki perubahan. Masa remaja disebut juga masa aqil baligh, dimana masa tersebut ditentukan antara laki-laki dan perempuan sangatlah berbeda.
Menurut pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengatakan, perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enam belas tahun. Namun demikian, jika belum mancapai umur dua puluh satu tahun, calon pengantin baik pria atau wanita diharuskan memperoleh ijin dari orang tua atau wali yang diwujudkan dalam membentuk surat ijin sebagai salah satu syarat untuk melangsungkan perkawinan. Bahkan bagi calon pengantin wanita yang usianya kurang dari enam belas tahun harus memperoleh dispensasi dari pengadilan.
Kata kunci:
Menikah, batas kemampuan, analisis Pasal 7 UU No.1 Tahun 1974
FH10045 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain